Fakta ini memunculkan pertanyaan besar: mengapa angka kecelakaan terus meningkat, meskipun semua sepeda motor telah melalui proses uji tipe sebelum dijual? Apakah aturan keselamatan untuk sepeda motor di Indonesia sudah mencukupi?
Diskusi Keselamatan Sepeda Motor di Indonesia
Untuk membahas hal ini, organisasi nirlaba Pelita Pandu Parivahana (PPP) mengadakan sesi berbagi daring pada Jumat (18/7), mengangkat tema aturan keselamatan sepeda motor di Indonesia. PPP merupakan organisasi yang menghubungkan ASN berintegritas di sektor perhubungan dari pusat hingga daerah.
“Topik ini diangkat mengingat bahwa selama ini aturan tentang sepeda motor berkeselamatan dirasa kurang mencukupi,” ujar Aditya Luhut Sibarani, Co-Founder PPP. Diskusi ini dihadiri oleh Adrianto Sugiarto Wiyono, praktisi keselamatan jalan dari PT Karya Fajar Ultima (KyFU) yang juga anggota komite teknis ASEAN NCAP, serta dimoderatori oleh Wildi Kusumasari dari Badan Kebijakan Transportasi, Kementerian Perhubungan.
Dalam pemaparannya, Adrianto menjelaskan bahwa uji tipe kendaraan yang dilakukan di Indonesia bersifat wajib dan dilakukan sebelum kendaraan dipasarkan. Namun berbeda dengan NCAP, uji tersebut bersifat sukarela dan dilakukan setelah kendaraan berada di pasar, menggunakan protokol keselamatan tersendiri.
Sebagai contoh, Malaysia telah menjalankan program MyMAP (Malaysia Motorcycle Assessment Programme) melalui MIROS (Malaysian Institute of Road Safety Research). Program ini bertujuan mendorong pabrikan sepeda motor menyematkan fitur Anti-Lock Braking System (ABS) pada kendaraannya, demi mengurangi kecelakaan saat pengereman—a titik kritis keseimbangan sepeda motor.
Sayangnya, hingga kini penerapan ABS di Indonesia masih bersifat opsional, tidak seperti di Malaysia dan Thailand yang sudah menjadikannya wajib sejak 2025. MyMAP bahkan sudah bersiap menuju fase kedua, yaitu mendorong penggunaan teknologi Motorcycle Stability Control (MSC).






